blog - blogan pun edot

Mengenai Saya

Foto saya
manusia biasa yang sedang belajar dan berusaha menjadi manusia luar biasa,,

Senin, 09 Januari 2012

Sejarah Komunitas Indonesia di Thailand


Terlepas di mana pusat Kerajaan Sriwijaya zaman dulu, kehidupan dan budaya Palembang memang memiliki beberapa kesamaan dengan Thailand. Misalnya peran penting sungai bagi kehidupan dan perdagangan masyarakat atau kemiripan pakaian tari tradisional kedua masyarakat.

Dari hubungan kedua masyarakat, muncullah jejak-jejak keberadaan satu komunitas masyarakat di masyarakat lainnya. Jejak komunitas Indonesia di Thailand tercatat mulai muncul di abad ke-17.  Dahulu sekelompok orang dari Makassar sempat tinggal Bangkok. Wilayah tempat mereka tinggal di Bangkok sekarang dikenal dengan nama distrik Makassan (dalam bahasa Thai huruf “r” dan “l” yang berada di akhir kata diucapkan menjadi “n”). 

Sejarah juga mencatat adanya kunjungan Raja Chulalongkorn (Rama V) ke Jawa sebanyak tiga kali pada tahun 1871, 1896 dan 1901. Kabarnya Raja Chulalongkorn sangat terkesan dengan keindahan taman di Jawa. Dari kunjungannya tersebut, Raja Chulalongkorn membawa beberapa orang tukang kebun untuk membuat kebun di istananya serta membawa tumbuhan eceng gondok (yang dalam bahasa Thai disebut Phak Tok Chawa). Para tukang kebun dari tanah Jawa ini kemudian menjadi cikal bakal komunitas Jawa di Bangkok. Sementara eceng gondok hingga sekarang masih ada di Thailand, seperti di sungai Chao Praya yang membelah kota Bangkok.

Selain membawa tukang kebun dan eceng gondok, Raja Chulalongkorn memberikan patung gajah yang terbuat dari batu hitam. Patung gajah tersebut sekarang terletak di Museum Nasional di Jakarta. Bahkan dengan adanya patung gajah tersebut, Museum Nasional juga dikenal dengan nama Museum Gajah. Siapa kira patung gajah hitam tersebut diberikan oleh seorang Raja dari “Negara Gajah Putih”

Raja Chulalongkorn juga sempat bermukim di Bandung. Raja kemudian membuat prasasti di atas batu yang ditulis dengan huruf Thai. Prasasti tersebut sekarang masih terawat di sala Thai (sala adalah bahasa Thai untuk gubuk atau pendopo) di Bandung. 

Selain Raja Rama V, Raja Rama VII juga tercatat pernah berkunjung ke Jawa dan Bali pada awal abad ke-20. Raja Rama VII kemudian membawa dan memperkenalkan angklung kepada rakyatnya. Beberapa tahun lalu, Thailand sempat merayakan 100 tahun keberadaan alat musik angklung di Thailand yang dibawa dari Indonesia.

Kalau keberadaan orang Makassar di Bangkok dapat disebut sebagai gelombang pertama terbentuknya komunitas Indonesia di Thailand, maka gelombang ketiga adalah kedatangan romusha dan heiho dari Indonesia yang dibawa secara paksa untuk kepentingan Perang Dunia ke-2. Para keturunan romusha dan heiho inilah yang kemudian semakin memperbesar komunitas orang Jawa di Bangkok sehingga membentuk “Kampung Jawa”. Mereka bahkan memiliki “Masjid Jawa” atau penduduk sekitar menyebutnya “Surau Chawa”.


Selain Masjid Jawa, Bangkok juga memiliki dua masjid lain yang memiliki keterkaitan dengan Indonesia yaitu Masjid Indonesia dan Masjid Makassan. Kalau Masjid Indonesia jelas membawa nama Indonesia dan masih memiliki ikatan sejarah dengan Indonesia, sayangnya Masjid Makassan sekarang sudah terputus ikatannya dengan komunitas Indonesia yang kini ada di Bangkok.


Gelombang terkini dari kunjungan orang Indonesia ke Thailand adalah meningkatnya kedatangan turis dan mahasiswa Indonesia ke Thailand setiap tahun. Demikian pula sebaliknya. Jadi apabila Anda memiliki kesempatan melancong ke Bangkok, kenapa tidak meluangkan waktu untuk melihat Masjid Indonesia atau Masjid Jawa yang merupakan sebagian jejak Indonesia di Thailand.

Suargana Pringganu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar